Proyek Teknologi Informasi adalah pekerjaan yang membutuhkan
anggaran cukup besar, namun banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan proyek
IT, dan menganggapnya sebagai proyek pelengkap dan kurang mendapat perhatian
dari para pemangku kebijakan di Instansi baik Swasta maupun BUMN. Banyak
proyek-proyek IT yang pada akhirnya kurang optimal dan tidak dapat digunakan
atau bahkan para stakeholder nya
terjerat kasus korupsi, seperti simulator SIM, e-KTP dan pengadaan IT KPU. Proyek
IT memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Pada hampir setiap organisasi,
proyek sistem informasi memakan waktu dan biaya terlalu banyak untuk
diimplementasikan dari yang diantisipasi pada awalnya, atau sistem yang telah
selesai tidak berfungsi dengan baik. Pengembangan suatu sistem baru harus
dikelola dan diarahkan dengan hati-hati, dan cara pelaksanaan proyek merupakan
faktor terpenting dalam memengaruhi hasilnya (Wallace dan Keil, 2004). Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana mengelola
proyek sistem informasi dan mengetahui bagaimana dan mengapa proyek tersebut
berhasil atau gagal.
Dalam Manajemen Proyek IT setidaknya ada empat komponen yang
harus terpenuhi, yaitu ruang lingkup (scope), waktu,
biaya dan kualitas. Empat komponen tersebut yang menjadi batasan terhadap
pelaksanaan proyek. Bisa dikatakan bahwa kriteria yang harus dipenuhi dari
produk yang dihasilkan dari proyek meliputi kriteria atau batasan waktu,
batasan ruang lingkup, batasan biaya dan batasan kualitas. Jadi terdapat empat
keharusan dalam sebuah proyek yaitu:
1.
Proyek harus diselesaikan dan diserahkan dengan tepat waktu.
2.
Proyek harus cukup dibiayai dengan dana yang telah
ditentukan
3.
Proyek harus sesuai dengan ruang lingkup yang
disepakati
4. Proyek harus memiliki kualitas hasil sesuai yang
kriteria yang disepakati antara pelaksana dan pemberi proyek
Keempat komponen tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain dan dapat digambarkan dalam prisma segitiga.
Empat komponen proyek yang saling
berpengaruh
Ada banyak sekali bentuk kegagalan proyek dalam
Teknologi Informasi seperti melebihi anggaran, tidak sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan dan secara teknis tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang
diharapkan. Beberapa diantaranya :
1. Corresponding failure
Yaitu kegagalan sistem karena
tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kegagalan ini merupakan
kegagalan teknis karena fungsionalitas sistem tidak sesuai dengan kebutuhan.
Atau dengan kata lain validitas secara teknisnya tidak ada.
2. Process failure
Merupakan kegagalan karena proyek
sistem informasi tidak tepat waktu dan melebihi anggaran yang telah ditetapkan.
Sistem tersebut sudah benar secara teknis (fungsionalitas sesuai) tetapi secara
ekonomis tidak tepat.
3. Kurangnya keterlibatan user (Interaction failure)
Merupakan kegagalan dikarenakan
sistem tidak digunakan semestinya ataupun tidak digunakan sesuai dengan yang
diharapakan sistem tersebut akan digunakan. Hal ini mungkin dikarenakan adanya
ketidak ikutsertaan pengguna akhir saat pengembangan sistem sehingga mereka
menjadi kurang antusias terhadap sistem baru tersebut (end user reluctance).
4. Kebutuhan yang tidak jelas (Expectation failure)
Yaitu kegagalan sistem karena
tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pemegang kepentingan organisasi.
Sistem tersebut bisa saja benar secara teknis (menjalankan fungsinya dengan
baik), diselesaikan tepat waktu dan sesuai anggaran namun tidak sesuai dengan
harapan pemegang kepentingan organisasi. Hal ini bisa terjadi karena adanya
kesalahan saat perumusan persyaratan sistem.
5. Proyek tidak direncanakan dengan baik (Bad Planning)
Banyak proyek teknologi informasi tidak direncanakan dengan baik, bahkan
tidak direncanakan sama – sekali. Banyak proyek teknologi informasi diadakan
hanya untuk memenuhi kewajiban penyusunan anggaran tahun berikutnya. Pekerjaan
tekonologi informasi direncanakan hanya dengan “judul”. Sementara isinya tidak
ada sama sekali. Tidak jarang pula kalaupun ada isinya, isi tersebut sama
sekali tidak menggambarkan perencanaan apalagi spesifikasi kebutuhan. Bahkan
lebih tidak jarang protek teknologi informasi disetir (di-drive) oleh
kepentingan – kepentingan yang bersifat non teknis daripada justifikasi teknis.
6. Kurangnya peran serta stake holder terhadap proyek IT
Karena proyek teknologi informasi tidak direncanakan dengan baik atau ada
karena kepentingan yang bukan bersifat teknis, maka kepedulian dari pemangku
kepentingan yang terlibat dalam proyek menjadi jauh dari mencukupi untuk tidak
dikatakan tidak ada sama sekali. Akibatnya pengendalian dan pemantauan proyek
sangat terbatas. Dapat dipahami jika akhirnya proyek tidak menghasilkan sesuatu
(sesuai idealnya suatu proyek). Proyek yang
bersifat fisik dan kasat mata pun akan terbengkelai jika tidak ada pengendalian
dan pemantauan yang memadai.
7. Masalah Komunikasi (bad communication)
Banyak
studi menyatakan bahwa salah satu faktor penyumbang terbesar dari kegagalan
proyek IT berawal dari komunikasi. Perlu disadari bahwa para owner (pemilik)
maupun end user (pengguna) pada sebuah perusahaan cenderung tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang IT. Pada akhirnya, gap of
knowledge (kesenjangan pengetahuan) yang cukup signifikan antara pelaksana
proyek IT dengan pemangku kepentingan atau pemilik kebutuhan dari proyek
tersebut menyebabkan munculnya kesulitan atau hambatan dalam pengerjaan proyek.
Komunikasi yang buruk dapat memicu terjadinya salah penafsiran kebutuhan
perusahaan maupun gagalnya pengidentifikasian kebutuhan perusahaan. Kebutuhan
yang disampaikan oleh pihak owner atau end-user sangatlah
mungkin ditafsirkan berbeda oleh pelaksana proyek.
8. Kurang
andalnya SDM
Di Indonesia khususnya sangat
sering terjadi profesional TI yang tidak kompeten di bidang teknis dimasukkan
dalam proyek, atau bidang non IT yang kemudian dikerjakan oleh bagian IT, atau
bidang IT namun bukan di kompetensinya sehingga menyebabkan pekerjaannya tidak fokus
dan tidak maksimal. Ketika kita sudah mengerjakan sebuah proyek tentu saja
didalamnya akan terdapat beraneka ragam orang dengan berbagai bidang ilmu.
Begitupun dalam sebuah proyek IT, tidak hanya dibutuhkan seorang ahli
programming saja, tapi juga harus ada Sistem Analist, Networking Expertise,
Desainer grafis, dan bidang ilmu lainnya.
9. Perubahan
Kebutuhan dan Spesifikasi yang tidak jelas
Ketika kita merencanakan sebuah proyek IT, diawal kita sudah membuat
spesifikasi teknis dan lainnya. Namun karena sifat proyek IT yang melibatkan
banyak disiplin ilmu, spesifikasi tersebut menjadi bias di tengah jalan. Sebagai
contoh sederhana dalam satu proyek pengembangan situs web, tampilan tata letak
dan warna suatu situs web dapat menjadi ”perdebatan” yang berlarut – larut
antara pengembang dan calon pengguna. Bahkan di antara individu calon pengguna
pun dapat saling menyalahkan. Akhirnya unsur politis yang menentukan keputusan,
misalnya atasan para pengguna. Perbedaan tata letak dan warna ini terlihat
sederhana, namun pemrograman untuk menghasilkannya bisa jadi cukup komplek dan
berlarut larut.
No comments:
Post a Comment